Selasa, 20 Januari 2015

Mantra Sarmaji 03

"Darus!!, hey Darus!!!, tuli" panggil sarmaji dari kejauhan
darus seperti tidak mendengarkan panggilan sarmaji di keriuhan pasar sumberadi, berulang-ulang sarmaji memanggil darus anak Kamarun yang sedang merokok tembakau
di warung kunthil.
sarmaji mendekati warung itu sembari memanggil darus


"tuli memang si darus, peduli kampret si darus dengan panggilanku!!" ucap sarmaji pada darus yang tengah menimati tembakaunya
sarmaji duduk disamping darus di bangku panjang itu.

"thil!! kopi satu thil!!!!" pinta Sarmaji
kunthil sang pemilik warung langsung membuatkan kopi, seperti pinta Sarmaji

"Rus, ramamu sudah bener2 alas!! keterlaluan rus!!, aku rela mati dibanding aku harus bertarung melawan si Kasuro dengan antek-anteknya.." ucap sarmaji

"hah, kau pikir aku tidak berpikiran seperti itu, aku pun menentang keinginannya, jangankan lawan, anaknya pun bisa dengan mudah ia bunuh" balas darus dengan mata nanar

"sudahlah rus!!, sebenarnya aku sudah memantrai kamarun itu supaya lekas mati nanti!!, biar tau kira kamarun jadi manusia"ungkap sarmaji pada anak kamarun

"gila!! sarmaji" suara keras darus menggema di warung Kunthil

"apa kau bilang maji?" bisik darus ditengah keriuhan pasar

"gila majiiiii...... nanti kau sendiri yang mati majiii"darus mencoba mengingatkan sarmaji, bahwa mantra yang di tuju kepada Kamarun bisa berbalik pada Sarmaji

"heh, maji... , seharusnya kau pikir dulu majii," bujuk darus kepada sarmaji
sarmaji hanya terdiam mendengar pernyataan darus.

"nanti malam, aku pergi ke rumah Mirsan di desa seberang, desa sariasem,aku tunggu lekas hari malam, aku pesankan wanita untukmu maji!!, ha? bukankah kau sebulan ini tak dibelai, bawa juga sulastri untukku, biar dia kunikmati dulu sebelum rama menikmatinya" darus berbisik pada sarmaji untuk mengajaknya ke desa sariasem

darus meninggalkan sarmaji dan pergi meninggalkan pasar, dengan tembakau yang masih  diapit mulutnya yang mulai menghitam.
mata sarmaji masih lingar mengingat kamarun sambil sedikit demi sedikit meminum kopi yang dibuat kunthil
sarmaji mengusap kepalanya perlahan, memutar otak dan mencari cara untuk menghentikan niat kamarun menyerang demang kasuro. kemudian
sarmaji mempertimbangkan ajakan darus tadi.

"apa aku harus ikut si darus, siapa tahu ia juga memikirkan hal yang sma denganku.," pikir sarmaji yang masih kebingungan, sarmaji kemudian meninggalkan warung kunthil sesegera setelah  menaruh uang koin dimeja kunthil.  

Mantra Sarmaji 02

"helah... yo nggak bisa begitu Maji... ini daerah kekuasaan saya!! mana boleh kau bertindak konyol, hah!!" gertak kamarun pada Sarmaji

suasana kembali memanas setelah kian lama sulastri meninggalkan kumpulan orang-orang itu.

"benar kata Maji, Rama.. seharusnya kita lepas tanah di perbatasan itu, untuk merebut puluhan orang-orang kita yang ditawan Demang Kasuro" bantah Darus

"bedebah kalian, anjing alas!!!,, aku tidak akan melepaskan apa yang aku rebut. lagi pula, ini bisa menjadi peringatan desa-desa lain, untuk tidak macam-macam dengan Kamarun" tandasnya

"apa kau masih terngiang istrimu yang tua itu Maji?, babu!!tidak akan ada persetujuan, sekalipun istriku yang menjadi tawanan," tambah kamarun

"Benar itu maji, sebagai tetua desa, kau harus relakan istrimu, masih banyak gadis lain yang dapat kau kawini, kalau mau, kita bisa culik perawan di desa seberang, hahaha" ucap Kathung.

rupanya Kathung-pun membela pernyataan Kamarun.
kumpulan orang itu diam sejenak sambil memikirkan jalan pintas untuk menghentikan masalah desa Sumberadi dengan demang kasuro.

"apa harus kita menyerang kasuro dan kacungnya, untuk merebut tawanan sekaligus membalas dendammu Kamarun?" tanya Gitro

"benar itu," dukung sajiman teman Gitro
"hmmmh!! tapi kita butuh banyak pasukan untuk melawan si Kasuro yang alas itu!!" ucap Kamarun

"tapi ini bisa berbuntut panjang Kamarun, orang-orang kasuro begitu terlatih!!, lagipun, mereka mempunyai bedhil yang mereka rebut dari para kompeni" bantah sarmaji

kamarun naik pitam, ia segera menarik kerah baju sarmaji dan mengancam Sarmaji.

"peduli kampret!!!!!!! aku tidak takut peluru, atau bujur api yang menghunus, aku Kamarun!! tak segan membunuh orang yang menghalangiku. ingat itu Maji" ancam Kamarun pada Sarmaji
tak selang berapa lama, Kamarun dan beberapa tetua lain pergi meninggalkan rumah sarmaji.
"baiklah Maji, aku hargai pendapatmu. berharaplah yang tebaik untuk istrimu" ungkap Gitro.

"pergilah Git, urusi sendiri urusanmu" jawab Sarmaji

Gitro dan sajiman-pun meninggalkan rumah sarmaji. dan hanya sarmaji ditemani gelas kosong-kosong.

"lastri!!!!, lastri!!!" teriak sarmaji memanggil sulastri.

sulastri kelimpungan menghampiri Sarmaji.

"kenapa paman?"jawab sulastri terengah-engah

"kamarun itu memang anjing alas!!, peduli kampret dia dengan puluhan tawanan!!, kapan mantramu akan berhasil lastri?" tanya sarmaji

"kurang lebih tiga hari ini, kamarun bisa jadi linglung atau bahkan mati paman!!"jawab lastri

"tiga hari? mungkin aku sudah mati dulu lastri. alas kau lastri" kesal maji pada ponakannya itu


"tenanglah, paman.. aku yakin mantra itu bisa melumpuhkan si Marun itu," ucap lastri

Mantra Sarmaji

Wanita berbaju merah tersebut mula mula hanya mendekat melalui sekat dibalik rumah pak Sarmaji tangannya mententeng sebuah tas lusuh berwarna ungu. bibirnya berkomat-kamit seraya mengucapkan mantra yang berirama. lidahnya ia julurkan. kemudian bibirnya ia monyongkan, berkali-kali ia meludah pada sebuah gelas yang berisi cairan berwarna hitam kegelapan. kemudian ia berjalan menyusuri lorong disamping rumah pak sarmaji, mendekati kumpulan para tetua Desa Sumberadi. sambil berjalan dadanya ia busungkan, sambil menenteng tas lusuhnya, ia naikkan sedikit demi sedikit jarik yang membalut pahanya, hingga terlihat panu yang menghiasi sekelumit pantatnya.


pandangan matanya tak terlepas saat ia melewati lorong itu, matanya terus menatap kearah sarmaji, seolah-olah menunggu aba-aba dari lelaki paruh baya itu, sarmaji yang baru mengetahui kedatangan wanita tersebut, terkaget, tak henti hentinya ia mengubah posisi duduknya diantara kerumunan orang itu. Eeemh

" tetua, ini, perkenalkan keponakan saya yang baru datang dari karesidenan seberang, sulastri..." kata Sarmaji tergopoh-gopoh
keringatnya bermunculan di kerut keningnya.

"eeemh sini nak sulastri kopinya, kok cuma satu buatnya, yang lain belum kebagian. tolong buatkan lagi" pinta Sarmaji terhadap Sulastri. dengan sigap wanita itu pergi kembali melewati lorong di samping rumah pak Sarmaji.

mata sekumpulan orang itu tak henti-hentinya melotot memandangi pantat berpanu itu, hingga terhalang dinding rumah pak Sarmaji. Sembari mengusap peluh dikeningnya itu, Sarmaji memberikan secangkir kopi mantra itu pada Kamarun, selaku demang di desa Sumberadi tersebut. pikiran sarmaji melayang pada gelas yang ia berikan tadi, sedangkan pikiran sekumpulan orang itu masih melayang pada pantat Sulastri. sebagian orang masih berbisik-bisik membincangkan Sulastri keponakan pak Sarmaji.

"wah saya masih nunggu kopinya, nih" ucap Darus, anak Kamarun

"alah nunggu kopinya apa nunggu Sulastri?" balas Sonaji, teman Darus.

seketika tawa gelak sedikit bermunculan,

"ngomong-ngomong, sulastri sudah punya suami belum Maji? kalau belum, nanti saya jadikan istri ke-enam saya. hahahah" gelak Kamarun

"Rama, kembang desa sudah diembat semua, tolong sisakan untuk kami, haha" ucap Darus terhadap ayahnya.

"kau ini Darus!!, meskipun aku sudah tua, aku masih kuat memliki lima istri lagi, aku sanggup bertarung merebut sulastri, hahaha" jawab Kamarun dengan canda

Darus terdiam, melihat polah ayahnya. beberapa tetua lain masih tertawa, dan Sonaji masih terpaku menatap dinding rumah sarmaji, berharap Sulastri muncul dibalik dinding tersebut.

"Sulastri ini janda, tapi belum punya anak. setelah dicerai suaminya, dia ingin tinggal disini, mau jual jamu, katanya" ucap Sarmaji

pikiran tetua-tetua itu, berkeliaran sendiri-sendiri.
hingga pada akhirnya Sulastri datang membawa baki yang penuh gelas berisi kopi. tangan yang tadi mententeng tas, kini terganti oleh
teko yang berisi air kopi yang masih panas. karena sulastri tak sempat menaikkan jariknya, Sonaji merasa kecewa karena tak bisa menikmati lekuk pantat Sulastri, tetapi yang lain masih terlena dengan Sulastri yang berdandan menor itu.
setelah Sulastri menyajikan minumannya kepada para tamu Sarmaji, sulastri kemudian duduk disamping Sarmaji sambil menatap nakal para tamu pamannya itu.
Sarmaji berkali kali mencolek paha Sulastri, berusaha memberikan kode yang sudah disepakati sebelumnya.

"Silakan diminum mas-mas" ajak sulastri, Sulastri sendiri tengah menuangkan kopi untuk Sarmaji.

untuk kedua kalinya Sarmaji mencolek paha sulastri.
kembali sulastri mengajak tamu Sarmaji untuk menikmati kopi buatannya. "ayo mas Demang, dinikmati kopi buatan Sulastri" ajak Sulastri terhadap Kamarun

"saya mau minum kalau dek Sulastri mau menemani saya, lebih nikmat kalau minum kopi sambil mangku dek Sulastri" ajak Kamarun

tatapan sarmaji tertuju pada Sulastri, berusaha memberi tahu sulastri untuk menemani kamarun menikmati kopi bersama didepan kumpulan para tetua Sumberadi.
sulastri bergegas menuju pangkuan Kamarun tanpa ragu, ia-pun juga  berharap mendapatkan receh dari saku Kamarun.
wangi tembakau sangat terasa pekat ketika sulastri mendekati Kamarun, berkali-kali Sulastri menatap Sarmaji, namun Sarmaji masih asyik dengan obrolannya dengan para tamu lain
Kamarun yang berisitri lima itu mendekap pundak Sulastri dengan kencang, Sulastri tidak mau diam, ia berusaha manyuapi Kamarun dengan kopi mantranya itu.
namun Kamarun sendiri tengah asyik dengan sulastri. tangannya mulai menggerayangi tubuh sulastri. acapkali sulastri menolak dengan halus dan berusaha agar Kamarun mau meminum kopi tersebut.
hasil obrolan para tetua desa Sumberadi pun membuat tenggorokan seorang demang Kamarun merasa dahaga. seteguk demi seteguk kopi itu habis diminumnya. Sulastri menuangkan kopi panas dari teko yang dibawanya.Sarmaji yang dari awal memperhatikan Kamarun dengan gelisah kini mulai reda.

sulastri kemudian pergi meninggalkan kamarun, samaji dan sekumpulan orang itu tanpa receh yang ia harapkan sebelumnya, kemudian ia  kembali melewati lorong disamping rumah Sarmaji. 

Tidak akan diberi judul



Sepicing mata di ufuk senja
Malis dan samar
Bersobok langkah kawan tak ternyana
Masih sama, stereotip.
Untuk Sang calon Mantan , di Sadang