Minggu, 22 April 2012

Benteng Vander Wijck

"Bangsa yang besar besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawan-nya". berikut adalah ucapan semangat presiden pertama kita Ir. Soekarno saat dirinya dalam pidato pada tanggal 10 November 1961. 
Kita mengungkit sebentar masa-masa sejarah bangsa kita yang telah dijajah Belanda dalam kurun waktu setengah abad.

Pengertian Sejarah

pada umumnya orang mengatakan bahwa sejarah adalah kejadian yang telah terjadi (waktu yang telah berlalu). Menurut ahli sejarah William H. Frederick, sejarah berasal dari kata dalam bahasa arab yaitu ""syajarotun" yang berarti pohon , keturunan dan asal-usul yang kemudian kata ini berkembang ke dalam bahasa melayu menjadi "syajarah" yang kemudian diubah dalam bahasa Indonesia menjadi "sejarah". Definisi Sejarah adalah rekonstruksi masa lalu, yaitu siapa saja yang telah dipikiran, dikatakan, dikerjakan, dirasakan dan dialami oleh seseorang.

Benteng Vander Wijck

Merupakan benteng pertahanan Belanda yang berdiri pada abad 19 atau pada masa-masa kolonialisasi. Benteng ini terdapat di desa Sedayu kota Gombong kabupaten Kebumen. Sebelumnya bangunan benteng ini difungsikan sebagai barak pelatihan militer pasukan Belanda saat akan menghadapi perang Jawa (perang Pangeran Diponegoro). Berbagai pendapat bermunculan tentang kapan benteng ini dibangun salah satunya benteng ini di bangun pada tahun 1827 dan selesai pada tahun 1833 namun dalam pintu masuk benteng bagian barat Benteng ini dikatakan telah dibangun pada tahun 1818.
Benteng ini bisa dibilang sangat langka disebabkan keunikan struktur bangunan dan arsitekturnya yang berbentuk segi delapan atau heksagonal yang menggunakan bata merah sehingga benteng ini disebut juga dengan benteng Chocius atau benteng merah. namun beberapa sumber juga mengatakan bahwa kata Chocius diambil dari seorang letjend pasukan Hindia Belanda di tahun 1835 yang bernama Frans David Chocius.



Benteng ini sedikitnya memerlukan tenaga sebanyak 1.400-an kuli perharinya, yang terdiri dari 1200an kuli berasal dari Karesidenan Bagelen dan sisanya berasal dari Karesidenan anyumas. Benteng ini adalah benteng pertahanan terbesar di abad 19 yang meliputi kawasan Kebumen, Purworejo dan Karesidenan Banyumas yang meliputi, Cilacap, Purbalingga, Banjarnegara, dan Banyumas. 
Benteng ini memiliki dua lantai dan lantai pertama memiliki empat pintu gerbang di empat penjuru. dan didalamnya terdapat 16 ruangan besar dan 27 ruangan kecil dan terdapat 72 jendela dan 8 anak tangga. Lantai kedua memiliki 16 ruangan besar dan 25 ruangan kecil dan terdapat empat anak tangga untuk menghubungkan lantai dua dengan atap benteng.

Benteng ini setelah digunakan sebagai kebutuhan pertahanan dan logistik pada masa perang Jawa, digunakan sebagai Pupillen School atau sekolah calon militer. untuk anak-anak keturunan eropa dan anak-anak bangsawan di Indonesia termasuk Soeharto presiden kedua Republik Indonesia.

pada masa kedudukan Jepang, benteng ini diambil alih oleh pemerintahan Jepang dan digunakan sebagai penyimpangan bahan logistik dan senjata sekaligus menghapus semua pengaruh dan atribut yang bernafaskan Belanda. Selanjutnya benteng hanya terdiam meskipun sempat sebagai tempat pelatihan militer Kebumen.

Perkembangan Benteng sekarang

Setelah adanya renovasi pada tahun 2000 benteng berubah sangat drastis rekonstruksi yang dilakukan sangat banyak hingga banyak merubah kondisi benteng. adanya penambahan fasilitas wisata yang nonpermanen hingga yang permanen, seperti misalnya panggung, tempat bermain anak, kereta mini diatas benteng dll. penambahan saran fasilitas ini juga terjadi karena adanya perpindahan pemilik benteng yang awalnya milik pemerintah menjadi perseorangan.
fasilitas sarana dan prasarana juga dibangun seperti akomodasi hotel gedung pertemuan dll yang memanfaatkan bangunan tua disekitar hotel.
Ini adalah potensi besar yang dimiliki Kebumen, bangunan sejarah, benteng pertahanan paling besar diwilayah Banyumas, benteng yang unik untuk menarik wisatawan asing khususnya wisatawan Belanda yang penasaran akan masa-masa sebelumnya. sayangnya penataan konsep tata ruang dan rekonstruksi ini jauh dari yang diharapkan benteng ini dapat dikategorikan sebagai bangunan cagar budaya yang mempertahankan khasanah alami bangunan itu sendiri:
kenapa harus dijadikan sebagai bangunan cagar budaya, karena hal ini harus memperhatikan kelangsungan dan keberlanjutan dari bangunan benteng itu sendiri

Kriteria bangunan dapat diklasifikasikan minta tiga digolongkan, yang menurut pakar arsitektur Antariksa, Ir., MEng., PhD (2007) pada situs www.google.com. Bangunan Bersejarah Makin Memprihatinkan, diakses pada 09-10-2007, pukul 00:33, terdiri dari Golongan A, adalah bangunan-bangunan yang bernilai sejarah dan arsitektur yang sangat tinggi, secara fisik bangunan ini tidak diperkenankan ditambah, diubah bahkan dibongkar atau dibangun baru. Golongan B, adalah bangunan-bangunan yang bernilai atau mempunyai ciri tertentu dari suatu masa, dengan struktur yang masih baik. Secara fisik dari bangunan-bangunan ini tidak diperkenankan diubah badan utama, struktur utama, atap, ataupun pola tampak depannya (fasade). Perubahan terhadap susunan ruang dalam, bagian belakang, serta penggantian elemen-elemen yang rusak diperbolehkan asal tidak merusak keserasian lingkungan maupun melanggar peraturan tata bangunan yang telah di tetapkan. Golongan C, adalah bangunan-bangunan yang secara fisik sudah banyak berubah, kondisinya sudah rusak, dianggap membahayakan, sulit dipertahankan dan perlu dikembangkan secara lain. Bangunan-bangunan ini boleh diubah wajah dan bentuk dalamnya atau dibangun baru, tetapi harus disesuaikan dengan pola tampak bangunan di sekitarnya, sehingga terbentuk lingkungan yang baik dan serasi.

Sebagai landasan hukum dalam pengelolaan cagar budaya maka Indonesia memiliki beberapa pijakan baik yang langsung dengan peninggalan sejarah budaya yang penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, yaitu Undang-undang RI Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1993 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor : Kep-06 /KP/ 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Kebudayaan dan Pariwisata.

mungkin kita sudah sepantasnya berfikir kembali, tentang pemanfaatan suatu bangunan yang mempunyai nilai sejarah, potensi wisata dan bangunan yang berpotensi sebagai cagar budaya, tidak sekedar berupaya melestarikan bangunan yang berasitektur kolonial dengan momfokuskan pada pembangunan budaya dan peradaban namun secara kritis juga menyangkut aspek ekonomi, pendidikan dan lainnya sehingga tidak melanggar prinsip sebenarnya yang mungkin tidak harus merupakan perubahan, penambahan, bagian yang tidak konstektual bahkan terjadinya pengrusakan dan penghancuran.

Dalam hal kepariwisataan yang khususnya untuk menarik kembali wisatawan asing untuk berkunjung ke Benteng ini mari lakukan monitoring dan evaluasi serta kaji kembali untuk menerapkan kaidah yang sesuai dan kontekstual agar apa yang disiratkan oleh sejarah benteng ini dapat tersampaikan oleh wisatawan.




“Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” – Bung Karno





Tidak ada komentar:

Posting Komentar